| | | | | | |
|
Mencermati banyaknya jumlah pelaku usaha mitro, kecil dan menengah (UMKM) yang mencapai 50 juta lebih, sangat potensi untuk mengatasi kemiskinan di negeri ini. Jumlah mereka sesuai data BPS pada 2008 mencapai 31,5 juta jiwa dari jumlah penduduk. Bukan tidak mungkin jumlah tersebut akan menipis dun bahkan habis jika pemerintah seriusmemberdayakan pelaku UMKM. Asumsinya, jika mereka mampu tumbuh dan berkembang dipastikan membutuhkan tenaga kerja. Sendainya satu unit usaha memerlukan dua tenaga kerja saja, akan tertampung sebanyak 100 juta orang. Kalau lebih, otomatis tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak lagi. Berarti pengangguran yang sesuai data di Kementerian Daerah Tertinggal seperti dilansir media masa berjumlah sekitar 9,2 juta orang akan terus berkurang. Dengan demikian kemiskinan perlahan-lahan lenyap dari bumi Zamrud Khatulistiwa ini. Mengingat tidak ada lagi orang usia produktif yang menganggur, sehingga kesejahteraan yang didambakan semua pihak akan tercapai. Sayang, keberadaan usaha mereka barangkali masih biasa-biasa saja dan belum berkembang sehingga kegiatan usaha-usaha itu dilakukan sendiri oleh pelakunya, alias belum melibatkan tenaga orang lain. Kenyataanya, meski jumlahnya besar tetapi pengangguran hingga detik ini tetap banyak. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada kuartal pertama periode 2009 ini mencatat jumlah tenaga kerja yang di PHK mencapai 250 ribu orang. Jumlah tersebut ditengarai terus bertambah, seiring masih derasnya arus pengurangan tenaga kerja, dan bahkan total pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan-perusahaan yang bangkrut ataupun merelokasikannya ke luar negeri. Singkatnya, meski mereka banyak yang berhasil menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya dengan membuka usaha atau sekadar menjadi pemulung, tetapi banyak yang gagal menemukan kesibukan karena dipengaruhi banyak faktor. Semisal ketiadaan atau keterbatasan modal yang dimiliki, minim kemampuan untuk berwirausaha dan gagal menjalankan usahanya akibat dagangannya dirampas/digusur petugas ketertiban karena berjualan di tempat-tempat yang dianggap manganggu ketertiban umum. Melihat ilustrasi tersebut tidaklah keliru pemerintah sepanjang periode terus mencanangkan akan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hanya saja formulasi yang diterapkan mungkin belum pas atau masih menggunakan model lain. Padahal jika komitmen memprioritaskan perhatiannya lebih besar lagi pada sektor UMKM permasalahan yang melilit bangsa berupa kemiskinan akan teratasi. Salah satunya dengan menyediakan permodalan yang mudah diakses pelaku usaha. Jika program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan membantu pelaku usaha kecil dan mikro mendapatkan permodalan, namun dalam prakteknya yang sudah berjalan dua tahun masih menemui kendala, faktanya mereka masih kesulitan mengakses akibat peraturan perbankan yang ketat. Tentu tidak ada salahnya menggunakan formula atau skema baru dan melibatkan Koperasi jasa keuangan (KJK) yang terdiri Koperasi simpan pinjam (KSP), unit-unit simpan pinjam (USP) milik Koperasi dan Koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) serta unit- unit Koperasi jasa keuangan syariah (UJKS) yang banyak dimiliki Koperasi konvensional. Dengan memberikan dukungan kesediaan likuiditas agar peran mereka kuat dalam melayani pinjaman pada anggota/calon anggota yang notabene pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Masyarakat juga tidak memungkiri upaya- upaya pemberdayaan terus dilakukan pemerintah selama ini, baik berupa kredit program maupun yang diberikan langsung kepada warga miskin, tetapi hal tersebut dirasakan masih kurang. Buktinya, kemiskinan yang diantaranya disebabkan karena menganggur masih mudah ditemukan di berbagai daerah. Dengan kata lain, kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memberdayakan sektor Koperasi dan UMKM belum maksimal, bahkan belum cukup adil dibanding yang diberikan kepada pelaku ekonomi lainnya. Semisal untuk menyelamatkan Bank Century yang hanya dimiliki beberapa orang saja, pemerintah cepat menggelontorkan dana mencapai Rp 6,7 triliun. Sementara untuk membantu perkuatan permodalan di sektor Koperasi dan UMKM selama beberapa tahun terakhir jumlahnya masih relatif kecil. Contohnya kredit program pemberdayaan dan pembinaan untuk Koperasi dan UMKM yang ditangani Kementerian Negara Koperasi dan UKM, baik dikucurkan langsung maupun melalui bank-bank pelaksana sejak 2001-2007 jumlahnya baru mencapai sekitar Rp 3,2 triliun, padahal dana tesebut telah dimanfaatkan oleh puluhan ribu pelaku UMKM. Nah, seiring bergulirnya pemerintahan yang murni pilihan rakyat, diharapkan akan pro juga terhadap rakyat, khususnya kalangan akar rumput (grassroots) yang mendambakan kesejahteraan menjadi kenyataan. Pemerintahan presiden SBY dengan Kabinet Indonesia Bersatu II ini akan menunaikan janjinya saat kampanye dan ditekankan lagi saat pelantikan. Diantaranya akan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Wajar kalau masyarakat terus menunggu gebrakan berpihak tersebut, terutama dalam masa kerja 100 hari seperti apa komitmennya. Peran Koperasi Dioptimalkan Apakah keberpihakan itu bakal diwujudkan, nampaknya sinyal ke arah sana makin terasakan. Paling tidak kabar menggembirakan itu telah diucapkan Wakil Presiden Boediono saat membuka seminar One Product One Village (OYOP) di Bali pada 14 Nopember lalu. Bahwa pemerintah akan melibatkan Koperasi sebagai wadah untuk menampung dan mengembangkan hasil produksi sektor UKM. Alasannya lembaga yang menampungnya selama ini masih sangat terbatas. Karenanya, pemerintah memilih lembaga yang cocok untuk menyokong pembiayaan dan pemasaran hasil UKM tersebut yakni Koperasi. Menurut Wapres, Koperasi lebih mudah dijangkau oleh pegiat UKM. Hanya diimbuhkan Boediono jaringan di antara mereka harus solid, sebab selama ini dipandangnya kadang tidak jalan. "Produk UKM harus diperluas jaringan pasarnya, bahkan hingga ke luar negeri," tuturnya. Kuncinya tambah mantan Gubemur BI ini, link pasar lebih luas ke kota-kota di Indonesia hingga manca negara. Selain itu juga harus sinergi antara desain dan teknologinya. Sebelumnya, Menteri Negara Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakomas) di Jakarta pada 10 Nopember juga menegaskan koperasi dan UMKM memiliki peran strategis yang berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan rakyat adalah nyata. Mereka juga telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi. Faktanya sesuai data selama 2004-2009 dampak positif atas perkembangan Koperasi dan UMKM. Terutamanya dalam penyerapan tenaga kerja sektor Koperasi menampung sekitar 23,39%, sektor UMKM yang berjumlah sekitar 51,2 juta unit usaha atau 99,98% dari total pelaku ekonomi nasional, kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97,04% dari total tenaga kerja yang terserap. Demikian kontribusi terhadap PDB juga lumayan tinggi yakni mencapai 55,56% dari total PDB nasional. Bukti lainnya adalah memiliki nilai ekspor non migas mencapai 20,17% dan investasi 52,09%, sehingga dengan kemampuan tersebut telah ikut mendorong pertumbuhan lokal dan nasional. Untuk itu dalam program kerja 100 hari Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan terus mengupayakan pemberdayaan terhadap Koperasi, salah satunya akan merekomendasikan agar Koperasi diberikan kesempatan sebagai penyalur KUR untuk anggotanya. PR Sumber : Nasari News |