UNDANG - UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945

Pembukaan

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
inikemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

Pasal 3
Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari
ada haluan negara.

BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA

Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.

Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara
yang terbanyak.

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali.

Pasal 8
Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

Pasal 9
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
"Janji Presiden (WakilPresiden):
"Sayaberjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."


Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Pasal 11
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang.

Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain.

Pasal 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa ,dan lain-lain tanda kehormatan.

BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

Pasal 16
(1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.

BAB V
KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19
(1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Pasal 20
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Pasal 21
(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disyahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

BAB VIII
HAL KEUANGAN

Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24
(1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

BAB X
WARGA NEGARA

Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

BABXI
AGAMA

Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XII
PERTAHANAN NEGARA

Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

BAB XIII
PENDIDIKAN

Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara.

BAB XV
BENDERA DAN BAHASA

Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

Pasal 36
Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.

BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37
(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hadir.

ATURAN PERALIHAN

Pasal 1
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia .

Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.

ATURAN PERTAMBAHAN
(1) Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
(2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

Struktur Masyarakat Majemuk Indonesia


Sulit dipungkiri, Indonesia ditinjau dari aspek manapun merupakan sebuah bangsa yang majemuk. Ini terlebih jika dikontraskan dengan bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Korea, Thailand, ataupun Anglo Saxon (Inggris). Kemajemukan ini tampak dalam manifestasi kebudayaan bangsa Indonesia yang tidak “satu.” Budaya Indonesia dapat dengan mudah dipecah ke dalam budaya Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, atau pun Toraja, sebagai misal.

Kemajemukan juga termanifestasi dalam masalah agama, lokasi domestik, tingkat ekonomi, ataupun perbedaan-perbedaan sikap politik. Sikap politik, secara khusus, paling mudah menampakkan diri ke dalam bentuk partai-partai politik yang bervariasi dan hidup berkembang di bumi Indonesia.

Sebab itu, merupakan suatu kajian menarik guna melihat seperti apa manifestasi kemajemukan struktur masyarakat Indonesia ini. Kemudian penelaahan akan dilakukan seputar kelebihan serta kelemahan dari struktur majemuk masyarakat Indonesia ini.

Keanekaragaman Kultur Indonesia

Selaku pisau analisa, perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari keanekaragaman kultur atau “multikultur”. Kajian mengenai masyarakat majemuk ini signifikan terutama di dalam masyarakat yang memang terdiri atas aneka pelapisan sosial dan budaya yang satu sama lain saling berbeda. Indonesia, sebab itu, mengembangkan slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Slogan tersebut bersifat filosofis-politis, oleh sebab tanpa adanya unsure pemersatu, akan mudah kiranya memecah-belah kohesi politik masyarakat yang mendiami sekujur kepulauan nusantara ini.

Mengenai keanekaragaman kultur ini, Bhikhu Parekh membedakannya menjadi 3 yaitu : (1) Keanekaragaman Subkultural, (2) Keanekaragaman Perspektif, dan (3) Keanekaragaman Komunal.1 Ketiga pengertia mengenai keanekaragaman ini memiliki dampak berbedanya titik analisis atas kajian keanekaragaman atau multikultur yang dilakukan.

Keanekaragaman Subkultural

Menurut Parekh, Keanekaragaman Subkultural adalah suatu kondisi dimana para anggota masyarakat memiliki satu kebudayaan umum yang luas dianut, beberapa di antara mereka menjalankan keyakinan dan praktek yang berbda berkenaan dengan wilayah khidupan tertentu atau menempuh cara hidup mereka sendiri yang relative sangat berbeda.

Kini, kelompok-kelompok miskin urban, “punk”, kaum waria, gay, lesbian, dan kelompok-kelompok yang oleh masyarakat umum disebut “menyimpang” merupakan wujud dari keanekaragaman subkultural ini. Termasuk ke dalam contoh ini adalah Komunitas Lia Eden, kelompok-kelompok “sempalan” agama mainstream.

Masih menurut Parekh, Keanekaragaman Perspektif adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota masyarakat sangat kritis terhadap beberapa prinsip atau nilai-nilai sentral kebudayaan yang berlaku dan berusaha untuk menyatakannya kembali di sepanjang garis kelompok yang sesuai. Gerakan-gerakan Feminis dan emansipasi perempuan merupakan perwakilan Keanekaragaman Perspektif ini. Kemudian isu-isu pembentukan masyarakat madani di Indonesia, termasuk ke dalamnya isu-isu pembentukan Negara Islam atau Negara Pancasila, mewakili Keanekaragaman Perspektif ini.

Keanekaragaman Komunal

Terakhir, Keanekaragaman Komunal adalah suatu kondisi di mana sebagian besar masyarakat yang mencakup beberapa komunitas yang sadar diri dan terorganisasi dengan baik. Mereka menjalankan dan hidup dengan sistem keyakinan dan praktek yang berlain antara satu kelompok dengan lainnya.

Misal dari Keanekaragaman Komunal ini adalah para imigran yang baru tiba, komunitas-komunitas Yahudi di Eropa dan Amerika, kaum Gypsi, masyarakat Amish, kelompok-kelompok cultural yang berkumpul secara territorial seperti kaum Basque di Spanyol. Di Indonesia masuk ke dalam kelompok ini misalnya kawasan-kawasan Pecinan (hunian komunitas Cina), wilayah-wilayah yang dihuni suku-suku bangsa di luar wilayahnya (komunitas Batak di Jakarta atau Bandung, misalnya).

Bahasa atas tiga pengeritan keanekaragaman ini membawa kita pada pertanyaan, ke arah mana keanekaragaman Indonesia hendak dialamatkan? Asumsi peneliti akan keanekaragaman Indonesia biasanya langsung ditujukan pada hal-hal seperti keragaman agama, bahasa, suku bangsa, dan wilayah domisili berdasar kepulauan tempat tinggal. Namun, ketika diperhadapkan pada pembagian pengertian keanekaragaman menurut Parekh ini, perlu dilakukan suatu pemilahan yang tepat atas kajian kemajemukan Indonesia selanjutnya.

Kemajemukan di Indonesia

Berdasar argumentasi Parekh, multikulturalisme di Indonesia sesungguhnya lebih kompleks ketimbang Cuma membedakan aspek kesukubangsaan saja. Masalah kesukubangsaan ini lambat-laun mengalami perubahan makna. Sebagai missal, Yusuf Kalla (saat tulisan dibuat adalah wapres RI) yang orang Makassar menikah dengan Mufidah Kalla yang berasal dari Sumatera Barat. Kemungkinan, Yusuf Kalla relative mudah mengidentifikasi diri selaku “orang Makassar” yang mempraktekkan budaya “Makassar.” Demikian pula istrinya, mengidentifikasi diri dan mempraktekkan budaya Sumatera Barat. Namun, bagaimana halnya dengan keturunan mereka? Apakah mereka mengidentifikasi diri selaku “orang Makassar”, “orang Sumatera Barat”, ataukah “orang baru” yang mengidentifikasi diri selaku orang setengah Makassar dan setengah Sumatera Barat.

Terkadang, guna memutus kebingungan identifikasi, seseorang yang merupakan keturunan perkawinan “campur” aneka suku bangsa mengidentifikasi diri selaku “orang Indonesia”. Ditinjau dari sisi ini, konsep integrasi nasional memiliki kekuatannya sendiri sebagai basis identitas mereka yang sulit mengidentifikasi diri dengan suku bangsa tertentu. Terlebih, jika keturunan dari dari perkawinan antar suku bangsa tersebut memperoleh keturunan dari suku bangsa lain yang berbeda dengan asal kedua orang tuanya. Masalah identifikasi akan semakin kompleks, dan ke-Indonesia-an semakin memperoleh signifikansi selaku basis identitas mereka.

Kembali kepada pengertian multikultur menurut Parekh. Subkultur, Perspektif, dan Komunal ketiganya sekaligus merupakan varian keanekaragaman yang dapat saja diterapkan terhadap kajian sistem sosial dan budaya Indonesia. Masuknya aneka budaya baru, perkembangan teknologi, industrialisasi, dan percampuran penduduk membuat kategorisasi keragaman hanya sekadar suku bangsa sebagai analisis sistem sosial dan budaya Indonesia terlihat berkurang signifikansinya.

Aneka subkultur kini pun tengah berkembang di Indonesia. Budaya-budaya Punk, kaum urban miskin kota, penduduk wilayah perbatasan, kelompok-kelompok buruh, kemudian membangun sistem nilai dan cara hidup tersendiri yang kemungkinan berbeda dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kendati berbeda, dalam satu dan lain aspek, mereka masih dapat bersepakatan dengan aturan dan sistem hukum yang berkembang di Indonesia. Ini dengan tidak melupakan fakta, keragaman yang bersifat subkultur ini tetap merupakan “minoritas” dan sulit berkembang menjadi “mayoritas”.

Selain itu, kelompok-kelompok baru yang dapat dianggap selaku representasi dari keanekaragaman perspektif adalah kelompok-kelompok perempuan, kelompok-kelompok keagamaan tertentu, kelompok-kelompok pakar ilmiah, yang kendati tetap hidup dalam budaya mainstream tetapi memiliki sejumlah kritik atas praktek kebudayaan yang berlangsung. Bersama kelompok-kelompok ini hidup, tetapi mereka terus mengupayakan perubahan atas beberapa aspek kebudayaan tertentu yang dipraktekkan.

Keanekaragaman Komunal paling mudah dikenali karena sejumlah manifestasi fisik yang mudah dicerap panca indera semisal bahasa, tata cara berpakaian, warna kulit, dan tata cara hidup. Orang Batak mudah dibedakan dengan Orang Sunda. Orang Papua mudah dibedakan dengan Orang Minangkabau, dan seterusnya. Suku-suku bangsa ini dapat saja hidup kendati berada di luar wilayah domisilinya. Misalnya, orang Batak hidup di perantauan di daerah Cimahi, Bandung. Orang-orang Batak ini kemungkinan menerbitkan suatu “perspektif” yang aneh bagi orang Sunda akibat beberapa perbedaan tata budayanya. Namun, kerap kali orang-orang Batak akan mengadopsi beberapa komponen budaya Sunda (bahasa, makanan, cara bergaul) demi mengintegrasikan diri mereka.

Parsudi Suparlan secara tegas menyebut masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk. Hal yang mencolok dari kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam bentuk komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jati diri bangsa.2 Suparlan menandaskan bahwa masyarakat majemuk ini memiliki kesulitan tersendiri dalam melakukan integrasi nasional.

Sebagai contoh dapat diambil Afrika Selatan tatkala di bawah rezim Apartheid. Kulit putih Eropa (Belanda, Belgia) yang menguasai Afrika Selatan muncul selaku pemerintah dan melakukan tindak diskriminasi sosial terhadap kaum kulit hitam. Pembedaan tidak hanya terjadi di sector politik, tetapi juga meliputi sector sosial dan ekonomi yang dibatasi garis-garis rasial, keyakinan agama, dan jenjang sosial feodalisme.3 Begitu pula, terdapat kesulitan bagi Suriname yang majemuk dalam menerapkan demokrasi akibat konflik kepentingan antara 2 suku bangsa mayoritas di Negara tersebut. Akibatnya, Suriname kerap mengalami Military-Dictatorship demi pengembangan stabilitas nasionalnya.

Namun, ini bukan berarti multikulturalisme menjadi preseden terbentuknya consensus nasional berbangsa. Amerika Serikat, sebagai contoh, pada awal berdirinya adalah cukup “rasis” dengan konsep WASP-nya (White Anglo Saxon Protestant). Pemerintah Amerika Serikat hanya berhak dianggotai oleh orang-orang kulit putih asal Inggris yang beragama Protestan. Kini konsep tersebut lambat-laut mencair dan bahkan, orang keturunan kulit hitam seperti Barack Husein Obama mampu muncul sebagai orang nomor 1 di Negara tersebut.

J.S. Furnivall termasuk orang yang pertama kali menyebut Indonesia selaku bangsa majemuk. Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedfemikian rupa, sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.4

Ciri dari masyarakat majemuk adalah secara structural memiliki sub-sub kebudayaan yang bersifat diverse. Ia kurang mengalami perkembangan dalam hal sistem nilai atau consensus yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat. Kurang pula ditandai oleh berkembangnya sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya dengan penganutan para anggotanya masing-masing secara tegar dalam bentuknya yang relative murni serta oleh sering timbulnya konflik-konflik sosial, atau setidak-tidaknya oleh kurangnya integrasi dan sailng ketergantungan di antara kesatuan-kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya.

Bagi seorang ahli Indonesia lain, Clifford Geertz, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masing-masing subsistem terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial.5

Hal yang menarik kemudian dinyatakan Pierre L. van den Berghe seputar ciri dasar dari masyarakat majemuk ini, yaitu :
  1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain;

  2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer;

  3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar;

  4. Secara relative seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain;

  5. Secara relative integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi; serta

  6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompk atas kelompok-kelompok yang lain.6


Masyarakat majemuk biasanya tersegmentasi ke dalam kelompok yang punya subkebudayaan yang saling berbeda. Ini mirip seperti yang diutarakan Bhikhu Parekh tentang Keanekaragaman Subkultur, Keanekararagaman Perspektif, dan Keanekaragaman Komunal. Misalkan saja, kultur-kultur masyarakat pesisir pantai Indonesia yang terbuka relative berbeda dengan kultur-kultur masyarakat pedalaman (pegunungan). Ini belum lagi ditambah dengan kultur-kultur etnis (Sunda, Batak, Jawa, Makassar) yang memiliki “way of life” spesifik yang berbeda satu dengan lainnya. Sebab itu, konflik-konflik etnis seperti antara Dayak-Melayu-Madura di Kalimantang mudah sekali terpantik.

Tidak hanya Indonesia, Negara-negara lain pun turut “menderita” akibat masalah kemajemukan ini. Srilanka hingga kini didera pertikaian etnis Sinhala dan Tamil, dua suku bangsa besar di Negara tersebut. Spanyol, Negara Eropa, secara laten rentan dilanda pertikaian etnis Catalan dan Basque. Filipina mengalami potensi disintegrasi akibat perbedaan agama, misalnya kasus wilayah Moro yang dihuni penduduk Islam. Sama dengan Filipina, Thailand pun wilayah Pattani yang dihuni penduduk Islam hendak memisahkan diri.

Untuk mengatasi kemajemukan Indonesia ini, secara historis founding fathers merumuskan Pancasila. Lima kalimat singkat dalam Pancasila digunakan sebagai basis consensus yang diyakini merupakan common will dari subkultur-subkultur yang hidup di masyarakat majemuk Indonesia. Sulit dibayangkan jika consensus dasar (Pancasila) ini kemudian berubah.

Nasikun menandaskan keragaman ini kemudian mengimbas pada aspek-aspek kehidupan lainnya. Dengan mengkontraskan antara apa yang ia sebut sebagai “masyarakat majemuk” (plural society) dengan “masyarakat homogen” (homogeneus society), Nasikun mengetengahkan beberapa konflik yang muncul akibat ketiadaan “common will” (kehendak bersama). Pada masyarakat homogeny, common will relative ada. Ini akibat serupanya asal usul etnis, agama, dan tata adat istiadat. Sementara pada masyarakat plural, common will menjadi suatu yang jarang akibat adanya perbedaan asal usul etnis, agama, dan tata adat istiadat (budaya).

Untuk lebih menjelaskan seputar kemajemukan Indonesia ini, ada baiknya dihaturkan table komposisi penduduk berdasarkan provinsi Indonesia sebagai berikut :7




Data yang digunakan adalah hasil sensus tahun 2000. Dapat dilihat persentase terbesar orang Indonesia tinggal di Provinsi Jawa Barat dengan 17,36% (35.724.092), disusul Jawa Timur dengan 16,89% (34.765.998), kemudian Jawa Tengah dengan 15.17% (31.223.259). Sementara, provinsi terjarang penduduknya adalah Maluku Utara dengan 0,36% (732.453).

Namun, komposisi di atas hanya merujuk pada wilayah domisili, bukan berdasar etnisitas. Studi yang dilakukan oleh Leo Suryadinata, Evi Nurvidya Arifin dan Aris Ananta menunjukkan populasi penduduk Indonesia berdasarkan 101 etnis, yang tampak pada table di bawah ini :1




Tabel di atas hanya menunjukkan 102 etnis saja. Padahal, menurut BPS, total etnis dan subetnis yang tersebar di Indonesia adalah 1.072. Dapat dibayangkan betapa bervariasinya budaya dan seberapa tinggi tingkat kemajemukan di Indonesia.

Delapan etnis “besar” dalam populasi penduduk Indonesia adalah Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, Betawi, Bugis, Banten, dan Banjar. Ini dengan memperhatikan ketersebaran etnis-etnis tersebut di wilayah provinsi Indonesia.

Selain itu, faktor yang turut menentukan besaran komposisi etnis di Indonesia adalah natalitasnya. Tidak seluruh etnis memiliki perkembangan tingkat kelahiran yang sama, seperti tampak pada table di bawah ini yang melukiskan tingkat pertambahan penduduk menurut etnis dari tahun 1930 hingga 2000:




Melayu merupakan etnis yang paling cepat mengalami pertumbuhan penduduk, disusul Betawi, Batak, Sunda, dan seterusnya. Namun, pertumbuhan jumlah ini tidak menjamin ketersebaran etnis yang bersangkutan di seluruh provinsi Indonesia.

Persebaran Etnis di Indonesia

Sekadar sebagai gambaran, baiklah di sini kami muat komposisi etnis dari beberapa provinsi di Indonesia. Gambaran ini lebih untuk menunjukkan bahwa wilayah tinggal etnis tidak melulu mengikuti daerah asal dari etnis yang bersangkutan. Misalnya, etnis Jawa tidak melulu ada di Jawa Tengah, Yogyakarta, ataupun Jawa Timur belaka, melainkan ia pun terdapat di Nanggroe Aceh Darussalam bahkan Sumatera Barat.



Melihat dari sebagian komposisi penduduk di beberapa provinsi Indonesia, mudah terlihat suatu etnis dapat tersebar wilayah domisilinya di luar daerah basis etnis yang bersangkutan. Misalnya, etnis Betawi yang berasal dari Jakarta, juga terdapat di Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, bahkan di Nanggroe Aceh Darussalam kendati tidak terlampau besar. Di sisi lain, etnis Jawa relative punya persebaran dan komposisi yang besar di hampir seluruh provinsi yang disebut di atas.

Dari paparan di atas, Indonesia memiliki tingkat keragaman cultural yang sedemikian tinggi. Keragaman ini tidak lagi dibatasi oleh wilayah asal basis etnis. Keragaman telah meliputi hampir seluruh wilayah yang berada di bawah NKRI. Dengan demikian, upaya-upaya serius seputar manajemen hubungan antaretnis menjadi signifikan dengan adanya realitas ini.

Hal menarik pula perlu dinyatakan, yaitu pertumbuhan kuantitas etnis tidaklah tetap antarperiode. Dapat saja suatu etnis menurun atau meningkat kemampuan pertumbuhannya jika dilihat dalam dua periode sensus. Ini misalnya tampak pada Sensus 1930 dan Sensus 2000 seperti terlihat pada diagram cookie di bawah ini :1

Dari diagram di atas, terlihat bahwa etnis jawa mengalami penurunan pertumbuhan dari 47,02% total populasi Indonesia menjadi 41,71%, Sunda dari 14,53% naik jadi 15,41%, Melayu dari 1,61% naik jadi 3.45%, Madura dari 7.28% turun jadi 3.37%, Minangkabau dari 3.36% turun jadi 2.72%, Bugis dari 2.59% turun jadi 2.49%, Batak dari 2.04% naik jadi 3.02%, Bali dari 1.88% turun jadi 1.51%, Betawi dari 1.66% naik jadi 2.51%, atau Aceh dari 1.41% turun jadi 0.43%.

Penaikan ataupun penurunan jumlah penduduk menurut etnis ini kemudia dapat ditesuri pada beberapa factor seperti pola perkawinan adat, status pekerjaan, hubungan etnis itu dengan etnis lain, kemampuan adaptasi etnis bersangkutan, dan tak kalah penting factor pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu etnis, ada kemungkinan mereka mengendalikan tingkat kelahiran.

Keragaman etnis di Indonesia ini sangat kontras jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain. Misalnya Jepang yang hanya memiliki beberapa etnis semisal Yamato yang dominan, Okinawa (minoritas), Burakumin (minoritas), dan Ainu (minoritas).1 Etnis Jepang didominasi etnis Yamato yang meliputi lebih dari 90% komposisi penduduk Jepang. Sementara etnis minoritas yang ada dianggotai oleh Okinawa, Burakumin, dan Ainu, yang persentase ketiganya hanya meliputi 3-4%. Kemudian di Jepang pun ada etnis dari Negara lain dengan angka minoritas seperti Korea 0.5%, Cina 0.4%, dan lainnya 0.6%. Termasuk ke dalam etnis lainnya ini adalah orang-orang Brasil yang bekerja di Jepang sejumlah 230.000 orang.


TATACARA DAN MEKANISME PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH OLEH DIREKTUR JENDERAlOTONOMI DAERAH DEPARTEMEN DALAM NEGERI

Didalam negara Republik Indonesia yang menganut sistem Presidensil dan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan, kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memegang peran penting dalam menentukan suatu keputusan publik. Agar keputusan publik di dukung oleh masyarakat dan berpihak kepada kepentingan publik maka :
a. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga Kepala Daerah terpilih memiliki dukungan yang luas dari rakyat.
b. Perumusan kebijakan publik disusun secara partisipatif dan transparan.
c. Memiliki akuntabilitas publik yang jelas.
d. Adanya pengawasan dari masyarakat dan lembaga perwakilan rakyat. Diera otonomi daerah pengembangan demokrasi dan partisipasi publik daerah, merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Diharapkan demokrasi di tingkat lokal, mampu menjadi pintu masuk bagi kemajuan daerah, karena dengan adanya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung legitimasi politik Kepala Daerah besar, walaupun demikian tidak berarti Kepala Daerah dapat mengeluarkan kebijakan dan bertindak semaunya. Proses demokrasi di daerah juga diharapkan akan memunculkan partisipasi politik masyarakat lokal yang tinggi dan kritis, juga diharapkan akan muncul 'civil society" yang kuat di daerah. Kalau demokrasi berjalan dengan baik maka prinsip "chek and balance" akan otomatis terjadi. Yang perlu dilakukan dan dijaga betul oleh semua kompenen di daerah kaitannya dengan demokrasi ini adalah ekses-ekses yang tidak diinginkan. Terjadinya ekses-ekses tersebut bukan demokrasinya yang salah tetapi pada perilaku demokrasi. Oleh karena itu agar proses demokrasi berjalan dengan baik kami harapkan agar penyelenggara Pilkada (KPUD dan panwas) tetap selalu berpegang pada peraturan perundang-undangan dan memberlakukan pasangan calon secara adil dan setara. Kepada jajaran pemerintahan daerah kami juga mengharapkan agar mendukung kelancaran pelaksanaan Pilkada dan berlaku netral tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon.

II. TATACARA DAN MEKANISME PILKADA

Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-­Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Nomer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nemer 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tahapan Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap Persiapan meliputi :
1. Pemberitahuan DPRD kepada KDH dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud KDH berkewajiban untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD.
3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
4. DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat. . Dalam tahap persiapan tugas DPRD semenjak memberitahukan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah, DPRD paling lambat 20 hari setelah pemberitahuan tersebut, sudah membentuk Panitia pengawas (panwas) sampai dengan tingkat terendah. Misal untuk pemilihan Gubernur Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan. Hal ini agar Panwas dapat mengawasi proses penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses pencalonan, kampanye sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara. Kepada KPUD, dalam penetapan jadwal pelaksanaan Pilkada khususnya terhadap hari pemungutan suara, diminta kepada KPUD untuk memperhitungkan waktu penetapan hari pemungutan suara jangan terlalu cepat, karena Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih baru dapat dilantik sesuai dengan tanggal berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah yang lama. Walaupun dalam ketentuan tidak diatur batasan waktu paling cepat untuk hari pemungutan suara. Tahap Pelaksanaan. Tahap pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih, pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih serta pengusulan pasangan calon terpilih. Penetapan Daftar Pemilih Untuk menggunakan hak memilih, WNRI harus terdaftar sebagai pemilih dengan persyaratan tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Meski telah terdaftar dalam daftar pemilih tetapi pada saat pelaksanaannya ternyata tidak lagi memenuhi syarat, maka yang bersangkutan tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Penetapan daftar pemilih. dalam Pilkada menggunakan daftar pemilih Pemilu terakhir di daerah yang telah dimutakhirkan dan divalidasi ditambah dengan data pemilih tambahan digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara. Daftar pemilih sementara disusun dan ditetapkan oleh PPS dan harus diumumkan oleh PPS ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Setiap pemilih yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih yang digunakan setiap pemungutan suara. Dalam penyusunan daftar pemilih sementara diminta kepada KPUD untuk melibatkan RT dan RW untuk mendapat tanggapan masyarakat. Pengumuman Pendaftaran dan Penetapan Pasangan Calon Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi di DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi DPRD apabila hasil bagi jumlah kursi menghasilkan angka pecahan maka perolehan 15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas, sebagai contoh jumlah kursi DPRD 45 dikali 15 % sama dengan 6,75 kursi sehingga untuk memenuhi persyaratan 15 % adalah 7 kursi. Selanjutnya di dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon diminta kepada KPUD untuk selalu independen dan memberlakukan semua pasangan calon secara adil dan setara serta berkoordinasi dengan instansi teknis seperti Diknas apabila ijazah cajon diragukan. Begitu juga apabila terjadi pencalonan ganda oleh Partai Politik agar dikonsultasikan dengan pengurus tingkat lebih atas Partai Politik yang bersangkutan. Dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon agar dilakukan secara terbuka, apa kekurangan persyaratan dari pasangan calon dan memperhatikan waktu agar kekurangan persyaratan tersebut dapat dilengkapi oleh pasangan calon. Bila ada persyaratan yang belum lengkap agar diberitahukan secepatnya untuk menghindari prates dan ketidak puasan Partai Politik atau pasangan calon yang bersangkutan. Didalam menyelenggarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD provinsi menetapkan KPUD kabupaten/Kota sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan, sehingga diperlukan langkah-langkah koordinasi yang optimal. Kampanye Kampanye dilaksanakan antara lain melalui pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak/elektronik, pemasangan alat peraga dan debat publik yang dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum pemungutan suara yang disebut masa tenang. Terkait dengan kampanye melalui media cetak/elektronik, Undang-undang menegaskan agar media cetak/elektronik memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye. Selain daripada itu pemerintah daerah juga diwajibkan memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum. Pengaturan lainnya tentang kampanye adalah : 1. pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram secara lisan maupun kepada masyarakat. 2. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan carasopan, tertib dan bersifat edukatif. 3. Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik atau kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan di jalan raya. 4. Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS, TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan. 5. Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil Kepala daerah dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dan harus menjalankan cuti. Pengaturan Suara dan Penghitungan Suara Pemungutan suara adalah merupakan puncak dari pesta demokrasi diselenggarakan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, dan dilakukan dengan memberikan suara melalui katok suara yang berisi namor dan foto pasangan calon di TPS yang telah ditentukan. Dihari ini hati nurani rakyat akan bicara, sekaligus menentukan siapakah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diinginkan untuk memimpin daerahnya dan yang akan menentukan perjalanan daerah selanjutnya. Pemungutan suara ditingkat TPS dilaksanakan mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 13.00 waktu setempat dan pelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai dari jam 13.00 sampai dengan selesai yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon Panwas, pemantau dan warga masyarakat. Proses rekapitulasi perhitungan suara dilakukan berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK sampai ke KPU Kabupaten/Kota. Apabila Pemilihan Gubernur sampai dengan KPU Provinsi. Berita acara, rekapitulasi hasil perhitungan suara disampaikan kepada pelaksana Pilkada bersangkutan, pelaksana Pilkada satu tingkat di atasnya, dan juga untuk para saksi yang hadir. Jadi, jika proses rekapitulasi dilakukan ditingkat PPS berita acara dan rekapitulasi itu disampaikan kepada PPS, PPK, dan para saksi pasangan calon yang hadir. Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan PPK, KPU Kabupaten/Kota kemudian menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Apabila Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berita acara dan rekapitulasi penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Provinsi dan kemudian KPU Provinsi menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Penetapan hari yang diliburkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota oleh Gubernur atas usul KPUD masing-masing. Penetapan pasangan Calon Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% jumlah suara sah langsung ditetapkan sebagai pasangan terpilih. Apabila perolehan suara itu tidak terpenuhi, pasangan calon yang memperoleh suara terbesar lebih dari 25% dari suara sah dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Dalam hal pasangan calon tidak ada yang memperoleh 25% dari jumlah suara sah maka dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah putaran kedua. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1808/SJ tanggal 21 Juli 2005, pelaksanaan Pilkada putaran kedua rentang waktu pelaksanaannya dilaksanakan selambat-lambatnya 60 hari terhitung mulai tanggal berakhirnya masa waktu pengajuan keberatan hasil penghitungan suara, apabila terdapat pengajuan keberatan terhadap hasil penghitungan suara selambat-lambatnya 60 hari dihitung mulai tanggal adanya keputusan Mahkamah Agung/Pengadilan Tinggi tentang sengketa hasil pemungutan suara. Keberatan terhadap hasil penghitungan suara merupakan kewenangan MA dan dapat mendelegasikan wewenang pemeriksaan permohonan keberatan hasil penghitungan suara yang diajukan oleh pasangan calon Bupati/Walikota kepada Pengadilan Tinggi di wilayah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan keberatan pada tingkat pertama dan terakhir, dan putusannya bersifat final dan mengikat selama 14 (em pat belas) hari. Keberatan terhadap hasil pemilihan hanya dapat diajukan berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon dan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil akhir pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pengesahan dan Pelantikan DPRD Provinsi mengusulkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpiih dari KPUD Provinsi dan dilengkapi berkas pemilihan untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan. Sedangkan pengusulan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota selambat-lambatnya dalam waktu 3 hari DPRD Kabupaten/Kota mengusulkan pasangan calon melalui Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpiih dari KPUD Kabupaten/Kota dan dilengkapi berkas pemilihan untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan. Kepala Daerah danWakii Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik Gubernur bagi Bupati/Wakii Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur dan Wakil Gubernur. Pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan di gedung DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang bersifat istimewa atau ditempat lain yang dipandang layak untuk itu.
III. PENUTUP
Kita harap segenap instansi yang terkait dengan upaya untuk menyukseskan penyelenggaraan Pilkada dapat bekerja optimal dan proporsional baik jajaran Pemerintah Daerah dan DPRD. Demikian halnya dengan KPUD dan Panwas Pemilihan harus bekerja secara professional dan mandiri serta tidak berpihak kepada pasangan calon tertentu. Kepada Panwas diminta agar melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dengan memproses dan menindaklanjuti setiap temuan dan pengaduan pelanggaran pada setiap tahapan pelaksanaan Pilkada. Desk Pilkada baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota agar dapat segera menyampaikan segala permasalahan kepada Menteri Dalam Negeri, untuk dapat diantisipasi secara dini penyelesaiannya. Demikian yang dapat saya sampaikan dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

posting by :http://www.depdagri.go.id

Sosialisasi Politik

1. Pengertian Sosialisasi Politik

Menurut Rachman ( 2006) menjelaskan dari pengertian sosialisasi Politik berasal dari dua kata yaitu Sosialisasi dan Politik. Sosialisasi berarti pemasyarakatan dan Politik berarti urusan negara. Jadi secara etimologis Sosialisasi Politik adalah pemasyarakatan urusan negara. Urusan Negara yang dimaksud adalah semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sedangkan menurut Michael Rush dan Phillip Althoff yang dikutip dari http://setabasri01.blogspot.com menjelaskan Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik juga sarana bagi suatu suatu generasi untuk mewariskan keyakinan-keyakinan politiknya kepada generasi sesudahnya. Sosialisasi politik ini merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dan pengalaman-pengalaman politiknya yang relevan dan memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya.

Sosialisasi politik mempunyai tujuan menumbuh kembangkan serta menguatkan sikap politik dikalangan masyarakat (penduduk) secara umum (menyeluruh), atau bagian-bagian dari penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, judicial tertentu.

Menurut Hyman dalam buku panduan Rusnaini ( 2008) sosialisasi politik merupakan suatu proses belajar yang kontinyu yang melibatkan baik belajar secara emosional (emotional learning) maupun indoktrinasi politik yang manifes dan dimediai oleh segala partisipasi dan pengalaman si individu yang menjalaninya. Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di dalam sebuah sistem politik.

2. Agen-agen Sosialisasi Politik

Menurut Tischler (1999) yang dikutip dari http://tentangkomputerkita.blogspot.com/ yang menjadi agen atau perantara dalam proses sosialisasi meliputi :

1. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk tumbuh dan berkembang.keluarga merupakan dasar pembantu utama struktur social yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga lainya tergantung pada eksistensinya. Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Fungsi keluarga antara lain:

  1. Pengaturan seksual

  2. Reproduksi

  3. Sosialisasi

  4. Pemeliharaan

  5. Penempatan anak di dalam masyarakat

  6. Pemuas kebutuhan perseorangan

  7. Kontrol sosial

( Munandar (1989) di kutip dari http://tentangkomputerkita.blogspot.com/ )

2. Teman Pergaulan

Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

3. Lembaga pendidikan formal (sekolah)

Lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Sehingga sekolah dirasa sebagai tempat yang cukup efektif dalam mendidik seorang anak untuk memupuk rasa tanggung jawab untuk kewajiban dan haknya.

4. Media massa

Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

5. Pemerintah

Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.

6. Partai Politik

Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.

7. Agen-agen lain

Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh faktor interaksi pengalaman-pengalaman seseorang dalam keluarga, tempat tinggal, pendidikan dan pergaulannya. Karena hal ini yang sangat berperan membentuk karakter anak untuk dewasa nantinya.

3. Sosialisasi Politik di berbagai Negara

a. Di Negara Liberal

Sosialisasi politik di negara liberal merupakan salah satu sebagai pendidikan politik. Pendidikan politik adalah proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik dan peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik.

b. Di Negara Totaliter

Sosialisasi politik di negara totaliter merupakan indoktrinasi politik. Indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik. Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaaan psikologis, dan latihan penuh disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter melaksanakan fungsi indoktinasi politik.

c. Di Negara Berkembang

Menurut Robert Le Vine dalam handout perkuliahan Rusnaini ( 2008:17) berpendapat bahwa “sosialisasi politik pada negara berkembang cenderung mempunyai relasi lebih dekat pada sistem-sistem lokal, kesukuan, etnis, dan regional daripada dengan sistem-sistem politik nasional”. Ada 3 faktor penting dalm sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu :

  1. Pertumbuhan pendidikan di negara-negara berkembang dapat melampui kapasitas mereka untuk memodernisasi kelompok tradisional lewat industrinalisasi dan pendidikan.

  2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisional.

  3. Mungkin pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebgai saru kekuatan perkasa untuk mengembangkan nilai-nilai tradisional.

d. Di Masyarakat Primitif

Proses sosialisasi politik pada masyarakat primitif sangat bergantung pada kebiasaan dan tradisi masyarakatnya, dan berbeda pada tiap suku. Sosialisasi politik pada masyarakat primitif sangat tergantung pada kebiasaan dan tradisi masyarakatnya, dan berbeda pada tiap suku.

4. Metode Sosialisasi Politik yang dikemukakan oleh Rush dan Althof

a. Imitasi

Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.

b. Instruksi

Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya.

c. Motivasi

Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).

Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.

Sistem Politik Indonesia














Sistem Politik Indonesia

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, di mana kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Indonesia

menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala

negara sekaligus kepala pemerintahan.

Para Bapak Bangsa (the Founding Fathers) yang meletakkan dasar pembentukan negara

Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat

menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar

di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat

(RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun kembali ke bentuk

pemerintahan republik.

Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah

terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep

Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.

Undang-undang Dasar 1945

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur

kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan

antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur

hak dan kewajiban warga negara.

Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan lembagatertinggi negara dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh

seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh

seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang

bupati/walikota.

Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung

(MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada

di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi

nasehat, dan fungsi adminsitrasi.

Saat ini UUD 1945 dalam proses amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen

keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan

hubungan lembaga-lembaga negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Fungsi pokok MPR selaku lembaga tertinggi negara adalah menyusun konstitusi negara;

mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden; dan menyusun Garis-garis Besar

Haluan Negara (GBHN).

Fungsi pokok MPR yang disebut di atas dapat berubah bergantung pada proses amandemen

UUD 1945 yang sedang berlangsung.

Jumlah anggota MPR adalah 700 orang, yang terdiri atas 500 anggota DPR dan 200 anggota

Utusan Golongan dan Utusan Daerah, dengan masa jabatan lima tahun.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Selaku lembaga legislatif, DPR berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan dan bersama-sama

dengan pemerintah menyusun Undang-undang. Jumlah anggota DPR adalah 500 orang, yang

dipilih melalui Pemilihan Umum setiap lima tahun

sekali.

Presiden/Wakil Presiden

Presiden Republik Indonesia memegang pemerintahan menurut UUD 1945 dan dalam

melaksanakan kewajibannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Dalam sistem

politik Indonesia, Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan yang

kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.

Presiden juga berkedudukan selaku mandataris MPR, yang berkewajiban menjalankan GarisgarisBesar Haluan Negara yang ditetapkan MPR.

Presiden mengangkat menteri-menteri dan kepala lembaga non departemen (TNI/Polri/Jaksa

Agung) setingkat menteri untuk membantu pelaksanaan tugasnya.

Dalam UUD 1945 (versi sebelum amandemen) disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden

dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan

selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Mahkmah Agung

Mahkamah Agung (MA) adalah pelaksana fungsi yudikatif, yang kedudukannya sejajar dengan

lembaga tinggi negara lainnya. MA bersifat independen dari intervensi pemerintah dalam

menjalankan tugasnya menegakkan hukum dan keadilan, meski penunjukan para hakim agung

dilakukan Presiden.

Lembaga Tinggi Negara Lainnya

Lembaga tinggi negara lainnya adalah Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan

Pertimbangan Agung (DPA).

Fungsi utama BPK adalah melakukan pemeriksaan keuangan pemerintah. Temuan-temuan BPK

dilaporkan ke DPR, selaku badan yang menyetujui Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN).

DPA berfungsi untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Presiden yang

berkaitan dengan penyelenggaraan negara, termasuk dalam masalah politik, ekonomi, social

budaya, dan militer. DPA juga dapat memberi nasehat atau saran atau rekomendasi terhadap

masalah yang berkaitan dengan kepentingan negara.

Anggota DPA diusulkan oleh DPR dan diangkat oleh Presiden untuk masa bakti lima tahun.

Jumlah anggota DPA adalah 45 orang.

Pemerintah Daerah

Di tingkat daerah, sebuah provinsi dikepalai oleh seorang gubernur sedangkan

kabupaten/kotamadya dikepalai oleh seorang bupati/walikota. Saat ini terdapat 30 provinsi dan

360 kabupaten/kotamadya. Sejak diberlakukannya UU Nomor 22/1999 tentang pelaksanaan

Otonomi Daerah pada tanggal 1 Januari 2001, kewenangan pengelolaan daerah dititikberatkan

ke Kabupaten, sehingga hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten lebih

bersifat koordinasi.

Hubungan lembaga legislatif, eksekutif, dan legislatif di tingkat daerah sama halnya dengan

hubungan antarlembaga di tingkat nasional. Contohnya, tugas DPR Tingkat I adalah mengawasi

jalannya pemerintahan di tingkat provinsi dan bersama-sama dengan Gubernur menyusun

peraturan daerah. Lembaga yudikatif di tingkat daerah diwakili oleh Pengadilan Tinggi dan

Pengadilan Negeri.

    univ. gunadarma

    univ. gunadarma
    my campus

    mawar hitam

    mawar hitam
    gw banget...

    dHEwi NuRUL ..

    dHEwi NuRUL ..
    me & mine

    what time it's, now...?

    fans gw nih...